Lika-liku naturalisasi pemain.
Di tengah tumpukan kegagalan PSSI menghadirkan prestasi, yang kerap membuat rasa frustrasi muncul, pencinta sepakbola Tanah Air mendapat hiburan langka dengan kehadiran Timnas Uruguay dan kabar naturalisasi.
Sejenak, sorotan kepada buruknya profesionalitas PSSI dan kabar tindak lanjut hasil KSN di Malang, jawa Timur, beberapa waktu lalu, menguap. Publik tengah disuguhi euforia kedatangan pemain-pemain dunia seperti Diego Forlan, Luis Suarez, Fernando Muslera, Edinson Cavani dan Martin Caceres, serta lika-liku pencarian bakat pemain keturunan di negeri Kincir Angin.
Dua isu ini memang membawa sensasi tersendiri. Sekian lama, tidak ada timnas elite dunia mengunjungi Indonesia. Terakhir di level klub Indonesia menjamu Bayern Munich, yang datang dua tahun lalu. Kehadiran timnas Uruguay, yang pamornya melejit usai Piala Dunia Juli lalu, bisa menjadi pengobat kekecewaan gagalnya publik melihat Wayne Rooney dkk, akibat bom JW Marriot 2009 lalu.
Meski Piala Dunia di Afrika Selatan sudah dua bulan lebih berlalu, namun gegap gempitanya boleh dibilang belum sepenuhnya sirna. Kita masih terngiang-ngiang peragaan sepakbola indah Spanyol, dan aksi gemilang sejumlah pemain.Termasuk Diego Forlan, yang menyabet gelar pemain terbaik kompetisi akbar empat tahunan itu.
Seperti di setiap kesempatan menghadapi tim besar, banyak kalangan berharap timnas bisa menimba pelajaran sebanyak-banyaknya dari para pemain-pemain bintang Uruguay yang sebagian besar merumput di liga-liga besar Eropa.
Pertandingan persahabatan melawan La Celseste tentu kesempatan yang teramat langka bagi Atep dan kawan-kawan. Boaz Solossa yang sempat mangkir dari panggilan timnas pun, tiba-tiba tertarik untuk mengikuti training kamp menjelang laga persahabatan dengan Uruguay.
Selama ini, timnas jarang melakukan laga uji coba. Tidak usah berbicara uji coba dengan tim-tim sekelas Uruguay, dengan sesama negara Asia pun sangat minim. PSSI menganggap itu terjadi lantaran keterbatasan dana. Ujung-ujungnya menjadi alasan jebloknya prestasi timnas.
Upaya PSSI mendatangkan pasukan Oscar Tabarez ke Gelora Bung Karno, menjadi kabar baik. Selain sebagai sebuah hiburan bagi pencinta sepakbola, even ini bisa dimaknai sebagai jawaban PSSI, terhadap keresahan pemain-pemain timnas yang membutuhkan perhatian dan pembinaan lebih serius.
Pertandingan ini akan menambah jam terbang yang sangat berharga bagi pemain timnas. Terlalu berharap prestasi bisa langsung datang setelah laga uji coba ini memang terlalu berlebihan, tapi setidaknya dari uji coba itu para pemain bisa memetik pelajaran berharga.
Tapi misi ini bisa jadi kurang maksimal jika PSSI justru memberikan kesempatan kepada pemain calon naturalisasi ikut berlaga, yang kita tahu setidaknya ada tiga pemain keturunan yang hampir dipastikan mendadak Merah-Putih di laga itu.
Bisa dipahami, bergabungnya para pemain keturunan itu, merupakan jalan pintas PSSI mengangkat prestasi timnas. Dan itu sah-sah saja. Toh tim sekelas Jerman sekali pun tidak malu-malu memakai jasa pemain yang notabene tidak berdarah Jerman. Contoh lain pun masih banyak.
Namun yang jadi persoalan, belum ada jaminan para pemain keturunan ini pada akhirnya berpaspor Garuda. Dari segi peraturan, jalannya cukup berliku, ditambah rata-rata mereka enggan menanggalkan paspor Belanda, karena sejumlah kekhawatiran, seperti hilangnya hak social security.
PSSI pun hingga saat ini tidak cukup terbuka kepada publik mengenai cara yang akan ditempuh untuk menaturalisasi nyong-nyong Belanda ini. Melalui Undang-Undang Kewarganegaraan, naturalisasi sangat sulit dilakukan dalam waktu dekat. Lalu, jika ingin menempuh jalur khusus melalui keputusan Presiden dan persetujuan DPR seperti di Undang-Undang No 12 tahun 2006, Pasal 20, sejauh mana upaya itu ditempuh? Sebab bukan tidak mungkin DPR akan menolak rencana itu. Anggota Komisi X Dedi Gumilar alias Miing Bagito saja menganggap naturalisasi adalah penghinaan.
Profesionalitas dan keseriusan PSSI diuji di sini. Selama ini profesionalitas PSSI banyak dipertanyakan sehingga tidak heran jika ada yang mencurigai niat PSSI yang tiba-tiba giat mencari bakat ke luar negeri, dan mendatangkan tim-tim elite dunia, di saat mendapat sorotan tajam.
Kita berharap kedatangan Uruguay, dan skuad timnas yang menjanjikan dengan kehadiran pemain naturalisasi bukan cara PSSI mengalihkan isu untuk membuat harapan publik melambung dan menghindari diri dari cacian publik.
Sebab tidak fair rasanya jika naturalisasi gagal dilakukan karena terganjal kendala-kendala yang memang sudah diketahui jauh-jauh hari, sementara mereka telah merebut kesempatan sejumlah pemain timnas merasakan nikmatnya merebut bola dari kaki Forlan atau menjajal ketangguhan kiper Fernado Muslera. Bagi kita mungkin sepele, tapi coba tanyakan itu kepada para pemain yang merasakan sulitnya berseragam Merah-Putih. (okezone)
Sejenak, sorotan kepada buruknya profesionalitas PSSI dan kabar tindak lanjut hasil KSN di Malang, jawa Timur, beberapa waktu lalu, menguap. Publik tengah disuguhi euforia kedatangan pemain-pemain dunia seperti Diego Forlan, Luis Suarez, Fernando Muslera, Edinson Cavani dan Martin Caceres, serta lika-liku pencarian bakat pemain keturunan di negeri Kincir Angin.
Dua isu ini memang membawa sensasi tersendiri. Sekian lama, tidak ada timnas elite dunia mengunjungi Indonesia. Terakhir di level klub Indonesia menjamu Bayern Munich, yang datang dua tahun lalu. Kehadiran timnas Uruguay, yang pamornya melejit usai Piala Dunia Juli lalu, bisa menjadi pengobat kekecewaan gagalnya publik melihat Wayne Rooney dkk, akibat bom JW Marriot 2009 lalu.
Meski Piala Dunia di Afrika Selatan sudah dua bulan lebih berlalu, namun gegap gempitanya boleh dibilang belum sepenuhnya sirna. Kita masih terngiang-ngiang peragaan sepakbola indah Spanyol, dan aksi gemilang sejumlah pemain.Termasuk Diego Forlan, yang menyabet gelar pemain terbaik kompetisi akbar empat tahunan itu.
Seperti di setiap kesempatan menghadapi tim besar, banyak kalangan berharap timnas bisa menimba pelajaran sebanyak-banyaknya dari para pemain-pemain bintang Uruguay yang sebagian besar merumput di liga-liga besar Eropa.
Pertandingan persahabatan melawan La Celseste tentu kesempatan yang teramat langka bagi Atep dan kawan-kawan. Boaz Solossa yang sempat mangkir dari panggilan timnas pun, tiba-tiba tertarik untuk mengikuti training kamp menjelang laga persahabatan dengan Uruguay.
Selama ini, timnas jarang melakukan laga uji coba. Tidak usah berbicara uji coba dengan tim-tim sekelas Uruguay, dengan sesama negara Asia pun sangat minim. PSSI menganggap itu terjadi lantaran keterbatasan dana. Ujung-ujungnya menjadi alasan jebloknya prestasi timnas.
Upaya PSSI mendatangkan pasukan Oscar Tabarez ke Gelora Bung Karno, menjadi kabar baik. Selain sebagai sebuah hiburan bagi pencinta sepakbola, even ini bisa dimaknai sebagai jawaban PSSI, terhadap keresahan pemain-pemain timnas yang membutuhkan perhatian dan pembinaan lebih serius.
Pertandingan ini akan menambah jam terbang yang sangat berharga bagi pemain timnas. Terlalu berharap prestasi bisa langsung datang setelah laga uji coba ini memang terlalu berlebihan, tapi setidaknya dari uji coba itu para pemain bisa memetik pelajaran berharga.
Tapi misi ini bisa jadi kurang maksimal jika PSSI justru memberikan kesempatan kepada pemain calon naturalisasi ikut berlaga, yang kita tahu setidaknya ada tiga pemain keturunan yang hampir dipastikan mendadak Merah-Putih di laga itu.
Bisa dipahami, bergabungnya para pemain keturunan itu, merupakan jalan pintas PSSI mengangkat prestasi timnas. Dan itu sah-sah saja. Toh tim sekelas Jerman sekali pun tidak malu-malu memakai jasa pemain yang notabene tidak berdarah Jerman. Contoh lain pun masih banyak.
Namun yang jadi persoalan, belum ada jaminan para pemain keturunan ini pada akhirnya berpaspor Garuda. Dari segi peraturan, jalannya cukup berliku, ditambah rata-rata mereka enggan menanggalkan paspor Belanda, karena sejumlah kekhawatiran, seperti hilangnya hak social security.
PSSI pun hingga saat ini tidak cukup terbuka kepada publik mengenai cara yang akan ditempuh untuk menaturalisasi nyong-nyong Belanda ini. Melalui Undang-Undang Kewarganegaraan, naturalisasi sangat sulit dilakukan dalam waktu dekat. Lalu, jika ingin menempuh jalur khusus melalui keputusan Presiden dan persetujuan DPR seperti di Undang-Undang No 12 tahun 2006, Pasal 20, sejauh mana upaya itu ditempuh? Sebab bukan tidak mungkin DPR akan menolak rencana itu. Anggota Komisi X Dedi Gumilar alias Miing Bagito saja menganggap naturalisasi adalah penghinaan.
Profesionalitas dan keseriusan PSSI diuji di sini. Selama ini profesionalitas PSSI banyak dipertanyakan sehingga tidak heran jika ada yang mencurigai niat PSSI yang tiba-tiba giat mencari bakat ke luar negeri, dan mendatangkan tim-tim elite dunia, di saat mendapat sorotan tajam.
Kita berharap kedatangan Uruguay, dan skuad timnas yang menjanjikan dengan kehadiran pemain naturalisasi bukan cara PSSI mengalihkan isu untuk membuat harapan publik melambung dan menghindari diri dari cacian publik.
Sebab tidak fair rasanya jika naturalisasi gagal dilakukan karena terganjal kendala-kendala yang memang sudah diketahui jauh-jauh hari, sementara mereka telah merebut kesempatan sejumlah pemain timnas merasakan nikmatnya merebut bola dari kaki Forlan atau menjajal ketangguhan kiper Fernado Muslera. Bagi kita mungkin sepele, tapi coba tanyakan itu kepada para pemain yang merasakan sulitnya berseragam Merah-Putih. (okezone)
Labels:
Olah Raga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
No comments:
Post a Comment